Thearnoona

Pesan Dariku

Fiksi = Pesan Dariku

Kelas sudah berjalan lebih dari 30 menit, namun sea belum kunjung ada kabar, pak Nababan yang diketahui sejak tadi tampak melirik kearah Haidar, Janu dan juga kai pun berhasil membuat tiga serangkai ini menunduk diam,

“Ir, dimana dah si sea?” Tanya janu kehaidar

“Mana gue tau anjir, gue bukan khodam kali yang ngintilin dia”

Pak Nababan berdiri mendekati Haidar, dan membuat kai reflek menepuk nepuk bahu Janu karena panik,

“Dimana sea?”

“Tidak tau pak”

“Kalian temannya kan? Kok bisa tidak tau kemana temannya?”

“Saya sudah membuang waktu saya 45 menit disini apakah kalian tidak ada inisiatif menelpon teman kalian?”

“Sudah pak, tapi sea—”

“Permisi, maaf saya terlambat pak”

Spontan suara tersebut membuat semua orang yang berada didalam kelas menoleh, dan ketiga temannya terkejut melihat sea yang berantakan,

“Kenapa kamu baru datang dan pakaian kamu kenapa kotor sekali? Ini kampus sea bukan pondok rongsokan”

“Maaf pak, karena saya terlambat dan hadir dalam kondisi kotor”

Haidar, Janu dan kai saling menatap satu sama lain karena terkejut melihat temannya yang tidak biasanya seperti itu,

“Si sea kenapa bentukannya jadi begitu anjir?”

“Kayaknya jatoh gak sih?” Balas Janu spontan

“Mulut lu” balas Haidar

Pak Nababan terus mengajukan pertanyaan namun sea tetap tidak membalas pertanyaan tersebut dan membuat seiisi kelas menatap bingung,

“Maaf pak, saya tidak bisa mengatakannya karena saya yakin tidak akan ada yang percaya akan alasan saya”

Tanpa berpikir, sea lantas membuka jaketnya yang terlihat sobek dan memperlihatkan darah segar yang mengalir dilengan kanannya,

“Cuk! Sea!!” Seru Kai sembari memukul-mukul badan Haidar dan berlari mendekati sea

Semua mahasiswa tercengang melihat situasi yang dibuat sea, dia terlihat santai dengan luka yang jelas masih basah.

Dan pak Nababan dengan refleks langsung menutup luka sea dengan sapu tangan yang dimilikinya,

“Kamu bodoh apa gimana? Sudah dewasa pikirannya tidak digunakan, bawa teman kalian ke UKS” seru pak Nababan

Sea hanya melemparkan senyuman singkat kepada pak Nababan dan berjalan keluar kelas bersama ketiga temannya, mereka berjalan sambil terus bertanya kenapa bisa sea mengalami luka yang tidak mungkin dia dapat karena jatuh.

“Jawab kenapa bego, kok bisa-bisanya lo luka kek begini?”

Haidar yang dari tadi ngomel gak habis-habis akhirnya disumpel pakai kain kasa oleh sea, dan membuat Janu dan kai tertawa terbahak-bahak,

“Ribut”

“Gue abis jatuh karena kenak sabet bocah SMA” balas sea

“Hah gimana-gimana?”

“Iya, gue ketemu gerombolan anak sekolah, pada nyanyi sambil bawa golok, sabit, sama celurit gituan pokoknya”

“Terus?”tanya Kai sambil terus mengobati lukanya

“Iya udah gue motoran biasa, tiba-tiba ntuh gerombolan nyalip gue sambil tuh sabit diayun-ayun malah pas ngenak tangan gue”

“What? Pas ngenak? Lu sehat kagak si sea?”tanya Haidar sambil nempeleng jidat sea

“Untung kagak leher lu bego, terus ini kenapa dekil banget lo jatuh digot apa gimana?”

“Dikubangan air”

Haidar menggelengkan kepalanya, sedangkan dua sahabatnya sibuk membersihkan luka yang sea dapat,

“Kita kerumah sakit aja gimana? Ini kayaknya luka dalam deh”

“Gak usah, besok udah sembuh kok”

“Goblok, iya sembuh diampultasi, udah ayo”

Mereka membawa sea ke rumah sakit menggunakan taxi online, sea terus menolak masuk keruang UGD sampai akhirnya Janu menggendongnya masuk kedalam ruangan,

Ketika akan diobati, dokter mengecek detak jantung dan nadinya,

“Nak coba tenang, tarik napas dan buang dari mulut ya” ucap dokter

Sea hanya menggeleng, namun tidak ada perubahan, dokter melihat tangannya bergetar, wajahnya pucat dengan keringat dimana mana, sesakali sea tampak memejamkan matanya dan menggelengkan kepalanya.

Dokter yang paham pun langsung memberikan sea suntikan penenang,

Setelah melakukan pengobatan, dokter keluar dan memanggil salah satu temannya yang sudah pasti adalah Haidar,

“Lukanya lumayan dalam, jadi tadi harus dijahit 5 jahitan luar dan 3 dalam, jahitannya sudah menyatu dan tidak perlu dibuka lagi”

“Ada beberapa resep obat dan salep yang harus kamu ambil di Farma ya”

“Baik dok, terus apa kita perlu konsul?”

Dokter hanya mengangguk, sembari menulis resep,

“Tapi kamu bisa Konsul via telpn saja dengan saya”

“Tidak perlu datang kesini?”

Dokter kembali hanya menggeleng dan melemparkan senyuman, sembari memberikan resep, dokter tiba-tiba menepuk bahu Haidar ,

“Jaga temennya ya saya masih ada tugas lagi”

Haidar yang masih terduduk pun bingung dengan maksud dari omong dokter tersebut, berusaha mencerna namun sayang memorinya kini sedang diambang kepenuhan,

Setelah menebus obat mereka kembali kekampus karena harus mengurus berkas keberangkatan KKN mereka mendatang.

“Se, kalau ada yang sakit kasih tau gue sama yang lain jangan diem aja”

“Buat apa? Kan saya tidak sakit”

“Terus itu luka emang gak sakit?” Tanya Kai

Sea hanya menggeleng dan tersenyum manis, membuat ketiga temannya bingung dengan makhluk peradaban satu ini.

“Rasa sakit saya hanya milik saya kalian tidak boleh merasakannya” batinnya


“Rasa sakit saya hanya milik saya kalian tidak boleh merasakannya”-Sea James William

#SAYA TIDAK SAKIT

Fiksi = Pesan Dariku

Kelas sudah berjalan lebih dari 30 menit, namun sea belum kunjung ada kabar, pak Nababan yang diketahui sejak tadi tampak melirik kearah Haidar, Janu dan juga kai pun berhasil membuat tiga serangkai ini menunduk diam,

“Ir, dimana dah si sea?” Tanya janu kehaidar

“Mana gue tau anjir, gue bukan khodam kali yang ngintilin dia”

Pak Nababan berdiri mendekati Haidar, dan membuat kai reflek menepuk nepuk bahu Janu karena panik,

“Dimana sea?”

“Tidak tau pak”

“Kalian temannya kan? Kok bisa tidak tau kemana temannya?”

“Saya sudah membuang waktu saya 45 menit disini apakah kalian tidak ada inisiatif menelpon teman kalian?”

“Sudah pak, tapi sea—”

“Permisi, maaf saya terlambat pak”

Spontan suara tersebut membuat semua orang yang berada didalam kelas menoleh, dan ketiga temannya terkejut melihat sea yang berantakan,

“Kenapa kamu baru datang dan pakaian kamu kenapa kotor sekali? Ini kampus sea bukan pondok rongsokan”

“Maaf pak, karena saya terlambat dan hadir dalam kondisi kotor”

Haidar, Janu dan kai saling menatap satu sama lain karena terkejut melihat temannya yang tidak biasanya seperti itu,

“Si sea kenapa bentukannya jadi begitu anjir?”

“Kayaknya jatoh gak sih?” Balas Janu spontan

“Mulut lu” balas Haidar

Pak Nababan terus mengajukan pertanyaan namun sea tetap tidak membalas pertanyaan tersebut dan membuat seiisi kelas menatap bingung,

“Maaf pak, saya tidak bisa mengatakannya karena saya yakin tidak akan ada yang percaya akan alasan saya”

Tanpa berpikir, sea lantas membuka jaketnya yang terlihat sobek dan memperlihatkan darah segar yang mengalir dilengan kanannya,

“Cuk! Sea!!” Seru Kai sembari memukul-mukul badan Haidar dan berlari mendekati sea

Semua mahasiswa tercengang melihat situasi yang dibuat sea, dia terlihat santai dengan luka yang jelas masih basah.

Dan pak Nababan dengan refleks langsung menutup luka sea dengan sapu tangan yang dimilikinya,

“Kamu bodoh apa gimana? Sudah dewasa pikirannya tidak digunakan, bawa teman kalian ke UKS” seru pak Nababan

Sea hanya melemparkan senyuman singkat kepada pak Nababan dan berjalan keluar kelas bersama ketiga temannya, mereka berjalan sambil terus bertanya kenapa bisa sea mengalami luka yang tidak mungkin dia dapat karena jatuh.

“Jawab kenapa bego, kok bisa-bisanya lo luka kek begini?”

Haidar yang dari tadi ngomel gak habis-habis akhirnya disumpel pakai kain kasa oleh sea, dan membuat Janu dan kai tertawa terbahak-bahak,

“Ribut”

“Gue abis jatuh karena kenak sabet bocah SMA” balas sea

“Hah gimana-gimana?”

“Iya, gue ketemu gerombolan anak sekolah, pada nyanyi sambil bawa golok, sabit, sama celurit gituan pokoknya”

“Terus?”tanya Kai sambil terus mengobati lukanya

“Iya udah gue motoran biasa, tiba-tiba ntuh gerombolan nyalip gue sambil tuh sabit diayun-ayun malah pas ngenak tangan gue”

“What? Pas ngenak? Lu sehat kagak si sea?”tanya Haidar sambil nempeleng jidat sea

“Untung kagak leher lu bego, terus ini kenapa dekil banget lo jatuh digot apa gimana?”

“Dikubangan air”

Haidar menggelengkan kepalanya, sedangkan dua sahabatnya sibuk membersihkan luka yang sea dapat,

“Kita kerumah sakit aja gimana? Ini kayaknya luka dalam deh”

“Gak usah, besok udah sembuh kok”

“Goblok, iya sembuh diampultasi, udah ayo”

Mereka membawa sea ke rumah sakit menggunakan taxi online, sea terus menolak masuk keruang UGD sampai akhirnya Janu menggendongnya masuk kedalam ruangan,

Ketika akan diobati, dokter mengecek detak jantung dan nadinya,

“Nak coba tenang, tarik napas dan buang dari mulut ya” ucap dokter

Sea hanya menggeleng, namun tidak ada perubahan, dokter melihat tangannya bergetar, wajahnya pucat dengan keringat dimana mana, sesakali sea tampak memejamkan matanya dan menggelengkan kepalanya.

Dokter yang paham pun langsung memberikan sea suntikan penenang,

Setelah melakukan pengobatan, dokter keluar dan memanggil salah satu temannya yang sudah pasti adalah Haidar,

“Lukanya lumayan dalam, jadi tadi harus dijahit 5 jahitan luar dan 3 dalam, jahitannya sudah menyatu dan tidak perlu dibuka lagi”

“Ada beberapa resep obat dan salep yang harus kamu ambil di Farma ya”

“Baik dok, terus apa kita perlu konsul?”

Dokter hanya mengangguk, sembari menulis resep,

“Tapi kamu bisa Konsul via telpn saja dengan saya”

“Tidak perlu datang kesini?”

Dokter kembali hanya menggeleng dan melemparkan senyuman, sembari memberikan resep, dokter tiba-tiba menepuk bahu Haidar ,

“Jaga temennya ya saya masih ada tugas lagi”

Haidar yang masih terduduk pun bingung dengan maksud dari omong dokter tersebut, berusaha mencerna namun sayang memorinya kini sedang diambang kepenuhan,

Setelah menebus obat mereka kembali kekampus karena harus mengurus berkas keberangkatan KKN mereka mendatang.

“Se, kalau ada yang sakit kasih tau gue sama yang lain jangan diem aja”

“Buat apa? Kan saya tidak sakit”

“Terus itu luka emang gak sakit?” Tanya Kai

Sea hanya menggeleng dan tersenyum manis, membuat ketiga temannya bingung dengan makhluk peradaban satu ini.

“Rasa sakit saya hanya milik saya kalian tidak boleh merasakannya” batinnya

![]https://i.pinimg.com/564x/c4/40/b7/c440b70f58900103ece5c5a434ae0012.jpg


“Rasa sakit saya hanya milik saya kalian tidak boleh merasakannya”-Sea James William

#SAYA TIDAK SAKIT

Fiksi = Pesan Dariku

Kelas sudah berjalan lebih dari 30 menit, namun sea belum kunjung ada kabar, pak Nababan yang diketahui sejak tadi tampak melirik kearah Haidar, Janu dan juga kai pun berhasil membuat tiga serangkai ini menunduk diam,

“Ir, dimana dah si sea?” Tanya janu kehaidar

“Mana gue tau anjir, gue bukan khodam kali yang ngintilin dia”

Pak Nababan berdiri mendekati Haidar, dan membuat kai reflek menepuk nepuk bahu Janu karena panik,

“Dimana sea?”

“Tidak tau pak”

“Kalian temannya kan? Kok bisa tidak tau kemana temannya?”

“Saya sudah membuang waktu saya 45 menit disini apakah kalian tidak ada inisiatif menelpon teman kalian?”

“Sudah pak, tapi sea—”

“Permisi, maaf saya terlambat pak”

Spontan suara tersebut membuat semua orang yang berada didalam kelas menoleh, dan ketiga temannya terkejut melihat sea yang berantakan,

“Kenapa kamu baru datang dan pakaian kamu kenapa kotor sekali? Ini kampus sea bukan pondok rongsokan”

“Maaf pak, karena saya terlambat dan hadir dalam kondisi kotor”

Haidar, Janu dan kai saling menatap satu sama lain karena terkejut melihat temannya yang tidak biasanya seperti itu,

“Si sea kenapa bentukannya jadi begitu anjir?”

“Kayaknya jatoh gak sih?” Balas Janu spontan

“Mulut lu” balas Haidar

Pak Nababan terus mengajukan pertanyaan namun sea tetap tidak membalas pertanyaan tersebut dan membuat seiisi kelas menatap bingung,

“Maaf pak, saya tidak bisa mengatakannya karena saya yakin tidak akan ada yang percaya akan alasan saya”

Tanpa berpikir, sea lantas membuka jaketnya yang terlihat sobek dan memperlihatkan darah segar yang mengalir dilengan kanannya,

“Cuk! Sea!!” Seru Kai sembari memukul-mukul badan Haidar dan berlari mendekati sea

Semua mahasiswa tercengang melihat situasi yang dibuat sea, dia terlihat santai dengan luka yang jelas masih basah.

Dan pak Nababan dengan refleks langsung menutup luka sea dengan sapu tangan yang dimilikinya,

“Kamu bodoh apa gimana? Sudah dewasa pikirannya tidak digunakan, bawa teman kalian ke UKS” seru pak Nababan

Sea hanya melemparkan senyuman singkat kepada pak Nababan dan berjalan keluar kelas bersama ketiga temannya, mereka berjalan sambil terus bertanya kenapa bisa sea mengalami luka yang tidak mungkin dia dapat karena jatuh.

“Jawab kenapa bego, kok bisa-bisanya lo luka kek begini?”

Haidar yang dari tadi ngomel gak habis-habis akhirnya disumpel pakai kain kasa oleh sea, dan membuat Janu dan kai tertawa terbahak-bahak,

“Ribut”

“Gue abis jatuh karena kenak sabet bocah SMA” balas sea

“Hah gimana-gimana?”

“Iya, gue ketemu gerombolan anak sekolah, pada nyanyi sambil bawa golok, sabit, sama celurit gituan pokoknya”

“Terus?”tanya Kai sambil terus mengobati lukanya

“Iya udah gue motoran biasa, tiba-tiba ntuh gerombolan nyalip gue sambil tuh sabit diayun-ayun malah pas ngenak tangan gue”

“What? Pas ngenak? Lu sehat kagak si sea?”tanya Haidar sambil nempeleng jidat sea

“Untung kagak leher lu bego, terus ini kenapa dekil banget lo jatuh digot apa gimana?”

“Dikubangan air”

Haidar menggelengkan kepalanya, sedangkan dua sahabatnya sibuk membersihkan luka yang sea dapat,

“Kita kerumah sakit aja gimana? Ini kayaknya luka dalam deh”

“Gak usah, besok udah sembuh kok”

“Goblok, iya sembuh diampultasi, udah ayo”

Mereka membawa sea ke rumah sakit menggunakan taxi online, sea terus menolak masuk keruang UGD sampai akhirnya Janu menggendongnya masuk kedalam ruangan,

Ketika akan diobati, dokter mengecek detak jantung dan nadinya,

“Nak coba tenang, tarik napas dan buang dari mulut ya” ucap dokter

Sea hanya menggeleng, namun tidak ada perubahan, dokter melihat tangannya bergetar, wajahnya pucat dengan keringat dimana mana, sesakali sea tampak memejamkan matanya dan menggelengkan kepalanya.

Dokter yang paham pun langsung memberikan sea suntikan penenang,

Setelah melakukan pengobatan, dokter keluar dan memanggil salah satu temannya yang sudah pasti adalah Haidar,

“Lukanya lumayan dalam, jadi tadi harus dijahit 5 jahitan luar dan 3 dalam, jahitannya sudah menyatu dan tidak perlu dibuka lagi”

“Ada beberapa resep obat dan salep yang harus kamu ambil di Farma ya”

“Baik dok, terus apa kita perlu konsul?”

Dokter hanya mengangguk, sembari menulis resep,

“Tapi kamu bisa Konsul via telpn saja dengan saya”

“Tidak perlu datang kesini?”

Dokter kembali hanya menggeleng dan melemparkan senyuman, sembari memberikan resep, dokter tiba-tiba menepuk bahu Haidar ,

“Jaga temennya ya saya masih ada tugas lagi”

Haidar yang masih terduduk pun bingung dengan maksud dari omong dokter tersebut, berusaha mencerna namun sayang memorinya kini sedang diambang kepenuhan,

Setelah menebus obat mereka kembali kekampus karena harus mengurus berkas keberangkatan KKN mereka mendatang.

“Se, kalau ada yang sakit kasih tau gue sama yang lain jangan diem aja”

“Buat apa? Kan saya tidak sakit”

“Terus itu luka emang gak sakit?” Tanya Kai

Sea hanya menggeleng dan tersenyum manis, membuat ketiga temannya bingung dengan makhluk peradaban satu ini.

“Rasa sakit saya hanya milik saya kalian tidak boleh merasakannya” batinnya

![] https://i.pinimg.com/564x/c4/40/b7/c440b70f58900103ece5c5a434ae0012.jpg


“Rasa sakit saya hanya milik saya kalian tidak boleh merasakannya”-Sea James William

Anak Tunggal Penerus Perusahaan

Fiksi = Pesan Dariku

Sea yang sejak pagi sudah pergi keluar bersama dengan ketiga sahabatnya pun terpaksa pulang lebih awal karena permintaan sang papa,

“Gais gue balik duluan ya”

“Tumben?” Seru Haidar

“Papa ngajak gue kerumah oma”

“Oooowwhhhh, bau-bau nya ada yang akur nih” ledek Janu

“Hahahahahah” tawa ketiga sahabatnya.

“Dah lah gue balik”

“Hati-hati bro” teriak Kai yang tak dihiraukan sea

Memakan waktu sekitar setengah jam kini sea sampai dirumah dan langsung bersiap, karena terlihat sudah sosok papanya yang sudah siap akan berangkat.

Sea sudah berada di kamarnya selama 20 menit, kalau kata Haidar sea adalah pria perawan yang terlalu memperhatikan setiap inci dari penampilannya. “Hahahahah....”

Ketika mengunci pintu, kedua pasang matanya terfokus pada deretan bingkai foto yang ada diatas nakas, dan membuat sea meraih bingkai yang kini memperlihatkan foto wanita surganya, dengan melemparkan senyuman dalam sembari mengusap usap foto tersebut sea terlihat seperti menyampaikan sebuah rasa yang tidak dapat diutarakan.

“Sea kangen ma” serunya singkat

Setelah melewati perjalanan hampir 1 jam kini sea, Willi ayah dari sea dan juga Omanya pun tengah asik menikmati makan malam.

“Sea, kuliahnya gimana?” Tanya Oma

“Lancar” balasnya singkat

Berharap tidak ada pertanyaan yang sama kembali diutarakan sang Oma, membuat sea sedikit membatasi pembicaraan karena dia paham betul, setiap kali dia banyak bicara maka—-

“Setelah lulus, kamu kerja di perusahaan mama kamu ya”

Uhuuuukkkk~

Willi yang tepat berada disampingnya pun spontan memberikan air minum kepada anak tunggal kesayangannya, dengan merasakan dada sedikit nyeri, sea meneguk segelas air mineral sembari menatap Omanya yang tidak merasa bersalah sama sekali.

“Kamu anak satu-satunya sea, cuman kamu yang bisa meneruskan perusahaan milik mama kamu, saya sudah terlalu tua untuk terus bolak balik meeting dengan client yang gak ada habisnya”

Sea dan papanya hanya diam,

“Lumayan kan kalau kamu kerja di perusahaan mama kamu, udah pasti sukses dan gelar sarjana mu terpakai”

Willi melihat kearah sea yang kini tampak menggenggam erat garpu ditangannya,

“Wil, anakmu ini dari pada sibuk ngamen sana sini mending disuruh les private apa gitu yang ada untungnya”

“Musik juga gak sembarangan orang bisa membuatnya Oma” potong sea

“Kuliah jurusan seni, mau jadi lulusan apa sih? Tukang ngelukis di tempat wisata? Apa nyanyi keliling gitu?”

“Liat anak kakak mama mu itu, udah kerja jadi PNS”

Sea melemparkan smirknya,

“Tapi ujungnya kenak khasus korupsikan?”

“Sea” tegur Willi

Setelah banyaknya perdebatan, sea memilih untuk pulang tanpa berpamitan dengan papa dan juga Omanya, semua api yang ada didalam tubuhnya seketika membara dengan sempurna, ditemani dengan angin malam yang dengan sempurna menyusup masuk diantara sela-sela bajunya.

Berjalan ntah kemana sea terlihat sesekali berteriak sembari melemparkan batu kearah sungai yang ada dipinggi jembatan.

“Warisan warisan warisan!!!”

“Apa hidup cuman soal warisan?”

“Gue kalau bisa milih, lebih baik jadi keluarga miskin dari pada kaya tapi otaknya cuman soal warisan!!”

Wajah sea kini tampak merah, iya ini menandakan kalau dirinya benar-benar ada dipuncak emosional, menarik nafas dalam-dalam sea meratapi langit malam dengan sinar kecil dari bintang malam hari. Indah ya itulah yang sea katakan dalam hatinya.

“Setidaknya kalau lo gak bisa bikin gue semangat atau bangga dengan pencapaian gue, tolong jangan keluarkan kata-kata sampah itu dihadapan gue. Gue cucu lo, bahkan lo nyamain gue dengan cucu lo yang udah jelas gagal menata masa depannya”

Sea terus bergumam dengan dirinya dipinggir jembatan,

Aaaaaakkkkkhhhhh~ teriaknya terakhir kali

“Kalian semua yang ada disekeliling gue cuman pemeran pembantu, gue iya gue pemeran utamanya, gue yang berhak mengatur seperti apa kehidupan yang gue inginkan!!! Sialaaaaannnn”

Angin berhembus begitu kencang, langit yang semula terang denga bintang dan bulan kini terlihat mulai gelap dan memperlihatkan cahaya kilat yang sesekali menunjukkan dirinya.

Malam itu terlewatkan begitu saja dengan amarah yang telah dilampiaskannya dengan sempurna dengan berjalan kerumah selama 3 jam disertai dengan hujan dan sambaran petir yang terus menyambar.

-The Ar Noona


Tuhan adalah pemilik skenario dan sayalah yang akan menjalaninya, tidak akan ada yang bisa merubah jalan hidup saya selain saya dan pemilik skenario hidup saya saat ini

Anak Tunggal Penerus Perusahaan

Fiksi = Pesan Dariku

Sea yang sejak pagi sudah pergi keluar bersama dengan ketiga sahabatnya pun terpaksa pulang lebih awal karena permintaan sang papa,

“Gais gue balik duluan ya”

“Tumben?” Seru Haidar

“Papa ngajak gue kerumah oma”

“Oooowwhhhh, bau-bau nya ada yang akur nih” ledek Janu

“Hahahahahah” tawa ketiga sahabatnya.

“Dah lah gue balik”

“Hati-hati bro” teriak Kai yang tak dihiraukan sea

Memakan waktu sekitar setengah jam kini sea sampai dirumah dan langsung bersiap, karena terlihat sudah sosok papanya yang sudah siap akan berangkat.

Sea sudah berada di kamarnya selama 20 menit, kalau kata Haidar sea adalah pria perawan yang terlalu memperhatikan setiap inci dari penampilannya. “Hahahahah....”

Ketika mengunci pintu, kedua pasang matanya terfokus pada deretan bingkai foto yang ada diatas nakas, dan membuat sea meraih bingkai yang kini memperlihatkan foto wanita surganya, dengan melemparkan senyuman dalam sembari mengusap usap foto tersebut sea terlihat seperti menyampaikan sebuah rasa yang tidak dapat diutarakan.

“Sea kangen ma” serunya singkat

Setelah melewati perjalanan hampir 1 jam kini sea, Willi ayah dari sea dan juga Omanya pun tengah asik menikmati makan malam.

“Sea, kuliahnya gimana?” Tanya Oma

“Lancar” balasnya singkat

Berharap tidak ada pertanyaan yang sama kembali diutarakan sang Oma, membuat sea sedikit membatasi pembicaraan karena dia paham betul, setiap kali dia banyak bicara maka—-

“Setelah lulus, kamu kerja di perusahaan mama kamu ya”

Uhuuuukkkk~

Willi yang tepat berada disampingnya pun spontan memberikan air minum kepada anak tunggal kesayangannya, dengan merasakan dada sedikit nyeri, sea meneguk segelas air mineral sembari menatap Omanya yang tidak merasa bersalah sama sekali.

“Kamu anak satu-satunya sea, cuman kamu yang bisa meneruskan perusahaan milik mama kamu, saya sudah terlalu tua untuk terus bolak balik meeting dengan client yang gak ada habisnya”

Sea dan papanya hanya diam,

“Lumayan kan kalau kamu kerja di perusahaan mama kamu, udah pasti sukses dan gelar sarjana mu terpakai”

Willi melihat kearah sea yang kini tampak menggenggam erat garpu ditangannya,

“Wil, anakmu ini dari pada sibuk ngamen sana sini mending disuruh les private apa gitu yang ada untungnya”

“Musik juga gak sembarangan orang bisa membuatnya Oma” potong sea

“Kuliah jurusan seni, mau jadi lulusan apa sih? Tukang ngelukis di tempat wisata? Apa nyanyi keliling gitu?”

“Liat anak kakak mama mu itu, udah kerja jadi PNS”

Sea melemparkan smirknya,

“Tapi ujungnya kenak khasus korupsikan?”

“Sea” tegur Willi

Setelah banyaknya perdebatan, sea memilih untuk pulang tanpa berpamitan dengan papa dan juga Omanya, semua api yang ada didalam tubuhnya seketika membara dengan sempurna, ditemani dengan angin malam yang dengan sempurna menyusup masuk diantara sela-sela bajunya.

Berjalan ntah kemana sea terlihat sesekali berteriak sembari melemparkan batu kearah sungai yang ada dipinggi jembatan.

“Warisan warisan warisan!!!”

“Apa hidup cuman soal warisan?”

“Gue kalau bisa milih, lebih baik jadi keluarga miskin dari pada kaya tapi otaknya cuman soal warisan!!”

Wajah sea kini tampak merah, iya ini menandakan kalau dirinya benar-benar ada dipuncak emosional, menarik nafas dalam-dalam sea meratapi langit malam dengan sinar kecil dari bintang malam hari. Indah ya itulah yang sea katakan dalam hatinya.

“Setidaknya kalau lo gak bisa bikin gue semangat atau bangga dengan pencapaian gue, tolong jangan keluarkan kata-kata sampah itu dihadapan gue. Gue cucu lo, bahkan lo nyamain gue dengan cucu lo yang udah jelas gagal menata masa depannya”

Sea terus bergumam dengan dirinya dipinggir jembatan,

Aaaaaakkkkkhhhhh~ teriaknya terakhir kali

“Kalian semua yang ada disekeliling gue cuman pemeran pembantu, gue iya gue pemeran utamanya, gue yang berhak mengatur seperti apa kehidupan yang gue inginkan!!! Sialaaaaannnn”

Angin berhembus begitu kencang, langit yang semula terang denga bintang dan bulan kini terlihat mulai gelap dan memperlihatkan cahaya kilat yang sesekali menunjukkan dirinya.

Malam itu terlewatkan begitu saja dengan amarah yang telah dilampiaskannya dengan sempurna dengan berjalan kerumah selama 3 jam disertai dengan hujan dan sambaran petir yang terus menyambar.

-The Ar Noona


Tuhan adalah pemilik skenario dan saya juga yang akan menjalaninya, tidak ada yang bisa merubah jalan hidup saya selain saya dan pemilik skenario hidup saya saat ini.

Anak Tunggal Penerus Perusahaan

Fiksi = Pesan Dariku

Sea yang sejak pagi sudah pergi keluar bersama dengan ketiga sahabatnya pun terpaksa pulang lebih awal karena permintaan sang papa,

“Gais gue balik duluan ya”

“Tumben?” Seru Haidar

“Papa ngajak gue kerumah oma”

“Oooowwhhhh, bau-bau nya ada yang akur nih” ledek Janu

“Hahahahahah” tawa ketiga sahabatnya.

“Dah lah gue balik”

“Hati-hati bro” teriak Kai yang tak dihiraukan sea

Memakan waktu sekitar setengah jam kini sea sampai dirumah dan langsung bersiap, karena terlihat sudah sosok papanya yang sudah siap akan berangkat.

Sea sudah berada di kamarnya selama 20 menit, kalau kata Haidar sea adalah pria perawan yang terlalu memperhatikan setiap inci dari penampilannya. “Hahahahah....”

Ketika mengunci pintu, kedua pasang matanya terfokus pada deretan bingkai foto yang ada diatas nakas, dan membuat sea meraih bingkai yang kini memperlihatkan foto wanita surganya, dengan melemparkan senyuman dalam sembari mengusap usap foto tersebut sea terlihat seperti menyampaikan sebuah rasa yang tidak dapat diutarakan.

“Sea kangen ma” serunya singkat

Setelah melewati perjalanan hampir 1 jam kini sea, Willi ayah dari sea dan juga Omanya pun tengah asik menikmati makan malam.

“Sea, kuliahnya gimana?” Tanya Oma

“Lancar” balasnya singkat

Berharap tidak ada pertanyaan yang sama kembali diutarakan sang Oma, membuat sea sedikit membatasi pembicaraan karena dia paham betul, setiap kali dia banyak bicara maka—-

“Setelah lulus, kamu kerja di perusahaan mama kamu ya”

Uhuuuukkkk~

Willi yang tepat berada disampingnya pun spontan memberikan air minum kepada anak tunggal kesayangannya, dengan merasakan dada sedikit nyeri, sea meneguk segelas air mineral sembari menatap Omanya yang tidak merasa bersalah sama sekali.

“Kamu anak satu-satunya sea, cuman kamu yang bisa meneruskan perusahaan milik mama kamu, saya sudah terlalu tua untuk terus bolak balik meeting dengan client yang gak ada habisnya”

Sea dan papanya hanya diam,

“Lumayan kan kalau kamu kerja di perusahaan mama kamu, udah pasti sukses dan gelar sarjana mu terpakai”

Willi melihat kearah sea yang kini tampak menggenggam erat garpu ditangannya,

“Wil, anakmu ini dari pada sibuk ngamen sana sini mending disuruh les private apa gitu yang ada untungnya”

“Musik juga gak sembarangan orang bisa membuatnya Oma” potong sea

“Kuliah jurusan seni, mau jadi lulusan apa sih? Tukang ngelukis di tempat wisata? Apa nyanyi keliling gitu?”

“Liat anak kakak mama mu itu, udah kerja jadi PNS”

Sea melemparkan smirknya,

“Tapi ujungnya kenak khasus korupsikan?”

“Sea” tegur Willi

Setelah banyaknya perdebatan, sea memilih untuk pulang tanpa berpamitan dengan papa dan juga Omanya, semua api yang ada didalam tubuhnya seketika membara dengan sempurna, ditemani dengan angin malam yang dengan sempurna menyusup masuk diantara sela-sela bajunya.

Berjalan ntah kemana sea terlihat sesekali berteriak sembari melemparkan batu kearah sungai yang ada dipinggi jembatan.

“Warisan warisan warisan!!!”

“Apa hidup cuman soal warisan?”

“Gue kalau bisa milih, lebih baik jadi keluarga miskin dari pada kaya tapi otaknya cuman soal warisan!!”

Wajah sea kini tampak merah, iya ini menandakan kalau dirinya benar-benar ada dipuncak emosional, menarik nafas dalam-dalam sea meratapi langit malam dengan sinar kecil dari bintang malam hari. Indah ya itulah yang sea katakan dalam hatinya.

“Setidaknya kalau lo gak bisa bikin gue semangat atau bangga dengan pencapaian gue, tolong jangan keluarkan kata-kata sampah itu dihadapan gue. Gue cucu lo, bahkan lo nyamain gue dengan cucu lo yang udah jelas gagal menata masa depannya”

Sea terus bergumam dengan dirinya dipinggir jembatan,

Aaaaaakkkkkhhhhh~ teriaknya terakhir kali

“Kalian semua yang ada disekeliling gue cuman pemeran pembantu, gue iya gue pemeran utamanya, gue yang berhak mengatur seperti apa kehidupan yang gue inginkan!!! Sialaaaaannnn”

Angin berhembus begitu kencang, langit yang semula terang denga bintang dan bulan kini terlihat mulai gelap dan memperlihatkan cahaya kilat yang sesekali menunjukkan dirinya.

Malam itu terlewatkan begitu saja dengan amarah yang telah dilampiaskannya dengan sempurna dengan berjalan kerumah selama 3 jam disertai dengan hujan dan sambaran petir yang terus menyambar.

-The Ar Noona


Tuhan adalah pemilik skenario dan saya juga yang akan menjalaninya, tidak ada yang bisa merubah jalan hidup saya selain saya dan pemilik skenario hidup saya saat ini.

Minggu Pertama

Fiksi = Pesan Dariku

Deru ombak laut dan kicauan burung terdengar begitu nyaring dan merdu, dengan ditemaninya hembusan angin khas lautan yang kini mulai menusuk kesetiap pori-pori keempat pria yang sedang duduk sembari membakar beberapa tusuk daging sate.

“Sumpah ya padahal kita baru sebulan gak kepantai tapi kok rasanya kayak udah setaun gitu” seru Kai yang kini tengah asik membolak balikkan sate yang dipanggangnya dengan bumbu khas buatan ibu haidar.

Tawa deep khas bapak-bapak dari Janu membuat ketiga temannya pun sontak tertawa bersama,

Menikmati pemandangan lautan yang asri dan bersih,

“Bang”

Keempat pria itu menoleh kesumber suara,

“Boleh duduk sini gak?”

Haidar, Janu dan kai sontak menoleh kearah sea yang membuat anak kecil berjenis kelamin perempuan itupun ikut menoleh kearah yang sama.

Dengan senyuman begitu manis, sea mengulurkan tangannya sebagai jawaban memperbolehkan sang adik untuk duduk bergabung bersama mereka. Janu yang semula tengah merokok spontan langsung mematikan rokoknya.

“Kok rokoknya dibuang bang?” Tanya anak itu dengan bijak

“Iya, soalnya ada adik kecil nanti disininya sakit” seru Kai sembari menunjuk kearah hidungnya

“Rasa rokok itu enak ya bang? Kok banyak orang yang suka ngerokok? Apa rasanya sama kayak coklat?” Tanyanya

“Adik namanya siapa?” Tanya sea

“Senjani bang”

“Senjani umur berapa udah sekolah?”

“Umur senjani 5 Tahun, Senjani belum sekolah kata ayah, ayah belum punya uang” jawabnya dengan santai

Keempat pria itu lantas saling bertatapan, dan bisa dipastikan mereka satu pemikiran.

“Abang-abang ini dari kota ya?”

“Bajunya bagus-bagus”

Sea yang mendengar pun seketika melihat pakaiannya yang tadi ditunjuk-tunjuk sang adik kecil.

“Bang, Senjani dulu juga sering main ke pantai sama ibu, kakak, ayah juga”

“Dulu ibu juga suka bakar ikan disini, terus Senjani dimarahin karena main nya kejauhan.. hehehehe”

“Hm terus, ibunya Senjani sama kakaknya mana? Kok gak bakar-bakar lagi?” Tanya Kai

“Ibu sama kakak pergi kesana” serunya sembari menunjuk kearah lautan lepas

“Ayah bilang, ibu sama kakak pergi keujung lautan buat ngasih kejutan buat Senjani kalau udah besar”

Jawaban yang tidak terpikirkan sebelumnya, berhasil membuat Janu spontan mengajak Senjani untuk membeli air kelapa muda disalah satu pedagang pinggir pantai.

Sedangkan Kai, Haidar dan sea kembali mempersiapkan peralatan makan, yang akan digunakan.

Menikmati sate dan air kelapa muda yang ditemani dengan banyaknya cerita dari Senjani membuat waktu tidak terasa, matahari yang semula berdiri kekar kini mulai tampak menyusut turun diujung lautan.

“Bang, itu berdarah” seru Senjani

Spontan Haidar meraih tisu dan meletakkan kehidung sea yang kini terlihat bercucuran darah,

“Lo kenapa?”

Sea hanya bergeleng, karena dia sendiripun tidak tau kenapa bisa mimisan, dan iya ini bukan kali pertamanya.

“Bang, Abang itu sakit ya?”tanya Senjani ke Kai

“Gak, cuman kecapekan aja mungkin, Senjani gak pulang?”

“Gak, Senjani mau disini aja jagain Abang itu” serunya menunjuk sea

Haidar yang sibuk berlari kearah mobil untuk mengambil P3K pun seketika menoleh mendengar bocah cilik itu kini enggan untuk pulang, dengan rayuan dan berbagai cara namun tetap saja Senjani tetap kekeh untuk menemani sea.

“Senjani” teriak seseorang

“Ayah!!”

“Abang-abang Senjani pulang dulu dada” serunya begitu saja ketika melihat sang ayah

“Lucu” seru sea

“Pala lu lucu, noh idung lu udah kayak es Doger” bentak Haidar

“Lu sakit se?” Tanya Janu

Sea hanya bergeleng dan terus menyumbat hidungnya,

“Lah terus itu idung kenapa?”

“Kaget aja mungkin, karena kan udah lama gak kelaut”

“Beradaptasi lagi gitu maksudnya?” Ujar Janu

“Biasa juga kayak bunglon lu, dimana tempat cocok gitu”

“Udah ribut lu pada, mending noh beresin. Mau balik jam berapa? Keburu Suzana keliaran lagi”

“Dih mulut kalau ngomong gak pakai kholkolah” seru Janu ke Haidar

Adu mulut terus berlanjut sampai mereka menyelesaikan tugas beres-beres, hari ini beruntung Haidar dan Janu hanya adu mulut belum adu mekanik alias adu otot kalau kata sea.

©The AR Noona


Apakah benar diujung lautan ada sebuah kebahagiaan?

Minggu Pertama

Fiksi = Pesan Dariku

Deru ombak laut dan kicauan burung terdengar begitu nyaring dan merdu, dengan ditemaninya hembusan angin khas lautan yang kini mulai menusuk kesetiap pori-pori keempat pria yang sedang duduk sembari membakar beberapa tusuk daging sate.

“Sumpah ya padahal kita baru sebulan gak kepantai tapi kok rasanya kayak udah setaun gitu” seru Kai yang kini tengah asik membolak balikkan sate yang dipanggangnya dengan bumbu khas buatan ibu haidar.

Tawa deep khas bapak-bapak dari Janu membuat ketiga temannya pun sontak tertawa bersama,

Menikmati pemandangan lautan yang asri dan bersih,

“Bang”

Keempat pria itu menoleh kesumber suara,

“Boleh duduk sini gak?”

Haidar, Janu dan kai sontak menoleh kearah sea yang membuat anak kecil berjenis kelamin perempuan itupun ikut menoleh kearah yang sama.

Dengan senyuman begitu manis, sea mengulurkan tangannya sebagai jawaban memperbolehkan sang adik untuk duduk bergabung bersama mereka. Janu yang semula tengah merokok spontan langsung mematikan rokoknya.

“Kok rokoknya dibuang bang?” Tanya anak itu dengan bijak

“Iya, soalnya ada adik kecil nanti disininya sakit” seru Kai sembari menunjuk kearah hidungnya

“Rasa rokok itu enak ya bang? Kok banyak orang yang suka ngerokok? Apa rasanya sama kayak coklat?” Tanyanya

“Adik namanya siapa?” Tanya sea

“Senjani bang”

“Senjani umur berapa udah sekolah?”

“Umur senjani 5 Tahun, Senjani belum sekolah kata ayah, ayah belum punya uang” jawabnya dengan santai

Keempat pria itu lantas saling bertatapan, dan bisa dipastikan mereka satu pemikiran.

“Abang-abang ini dari kota ya?”

“Bajunya bagus-bagus”

Sea yang mendengar pun seketika melihat pakaiannya yang tadi ditunjuk-tunjuk sang adik kecil.

“Bang, Senjani dulu juga sering main ke pantai sama ibu, kakak, ayah juga”

“Dulu ibu juga suka bakar ikan disini, terus Senjani dimarahin karena main nya kejauhan.. hehehehe”

“Hm terus, ibunya Senjani sama kakaknya mana? Kok gak bakar-bakar lagi?” Tanya Kai

“Ibu sama kakak pergi kesana” serunya sembari menunjuk kearah lautan lepas

“Ayah bilang, ibu sama kakak pergi keujung lautan buat ngasih kejutan buat Senjani kalau udah besar”

Jawaban yang tidak terpikirkan sebelumnya, berhasil membuat Janu spontan mengajak Senjani untuk membeli air kelapa muda disalah satu pedagang pinggir pantai.

Sedangkan Kai, Haidar dan sea kembali mempersiapkan peralatan makan, yang akan digunakan.

Menikmati sate dan air kelapa muda yang ditemani dengan banyaknya cerita dari Senjani membuat waktu tidak terasa, matahari yang semula berdiri kekar kini mulai tampak menyusut turun diujung lautan.

“Bang, itu berdarah” seru Senjani

Spontan Haidar meraih tisu dan meletakkan kehidung sea yang kini terlihat bercucuran darah,

“Lo kenapa?”

Sea hanya bergeleng, karena dia sendiripun tidak tau kenapa bisa mimisan, dan iya ini bukan kali pertamanya.

“Bang, Abang itu sakit ya?”tanya Senjani ke Kai

“Gak, cuman kecapekan aja mungkin, Senjani gak pulang?”

“Gak, Senjani mau disini aja jagain Abang itu” serunya menunjuk sea

Haidar yang sibuk berlari kearah mobil untuk mengambil P3K pun seketika menoleh mendengar bocah cilik itu kini enggan untuk pulang, dengan rayuan dan berbagai cara namun tetap saja Senjani tetap kekeh untuk menemani sea.

“Senjani” teriak seseorang

“Ayah!!”

“Abang-abang Senjani pulang dulu dada” serunya begitu saja ketika melihat sang ayah

“Lucu” seru sea

“Pala lu lucu, noh idung lu udah kayak es Doger” bentak Haidar

“Lu sakit se?” Tanya Janu

Sea hanya bergeleng dan terus menyumbat hidungnya,

“Lah terus itu idung kenapa?”

“Kaget aja mungkin, karena kan udah lama gak kelaut”

“Beradaptasi lagi gitu maksudnya?” Ujar Janu

“Biasa juga kayak bunglon lu, dimana tempat cocok gitu”

“Udah ribut lu pada, mending noh beresin. Mau balik jam berapa? Keburu Suzana keliaran lagi”

“Dih mulut kalau ngomong gak pakai kholkolah” seru Janu ke Haidar

Adu mulut terus berlanjut sampai mereka menyelesaikan tugas beres-beres, hari ini beruntung Haidar dan Janu hanya adu mulut belum adu mekanik alias adu otot kalau kata sea.

  • The AR Noona

Apakah benar diujung lautan ada sebuah kebahagiaan?

Minggu Pertama

Fiksi = Pesan Dariku

Deru ombak laut dan kicauan burung terdengar begitu nyaring dan merdu, dengan ditemaninya hembusan angin khas lautan yang kini mulai menusuk kesetiap pori-pori keempat pria yang sedang duduk sembari membakar beberapa tusuk daging sate.

“Sumpah ya padahal kita baru sebulan gak kepantai tapi kok rasanya kayak udah setaun gitu” seru Kai yang kini tengah asik membolak balikkan sate yang dipanggangnya dengan bumbu khas buatan ibu haidar.

Tawa deep khas bapak-bapak dari Janu membuat ketiga temannya pun sontak tertawa bersama,

Menikmati pemandangan lautan yang asri dan bersih,

“Bang”

Keempat pria itu menoleh kesumber suara,

“Boleh duduk sini gak?”

Haidar, Janu dan kai sontak menoleh kearah sea yang membuat anak kecil berjenis kelamin perempuan itupun ikut menoleh kearah yang sama.

Dengan senyuman begitu manis, sea mengulurkan tangannya sebagai jawaban memperbolehkan sang adik untuk duduk bergabung bersama mereka. Janu yang semula tengah merokok spontan langsung mematikan rokoknya.

“Kok rokoknya dibuang bang?” Tanya anak itu dengan bijak

“Iya, soalnya ada adik kecil nanti disininya sakit” seru Kai sembari menunjuk kearah hidungnya

“Rasa rokok itu enak ya bang? Kok banyak orang yang suka ngerokok? Apa rasanya sama kayak coklat?” Tanyanya

“Adik namanya siapa?” Tanya sea

“Senjani bang”

“Senjani umur berapa udah sekolah?”

“Umur senjani 5 Tahun, Senjani belum sekolah kata ayah, ayah belum punya uang” jawabnya dengan santai

Keempat pria itu lantas saling bertatapan, dan bisa dipastikan mereka satu pemikiran.

“Abang-abang ini dari kota ya?”

“Bajunya bagus-bagus”

Sea yang mendengar pun seketika melihat pakaiannya yang tadi ditunjuk-tunjuk sang adik kecil.

“Bang, Senjani dulu juga sering main ke pantai sama ibu, kakak, ayah juga”

“Dulu ibu juga suka bakar ikan disini, terus Senjani dimarahin karena main nya kejauhan.. hehehehe”

“Hm terus, ibunya Senjani sama kakaknya mana? Kok gak bakar-bakar lagi?” Tanya Kai

“Ibu sama kakak pergi kesana” serunya sembari menunjuk kearah lautan lepas

“Ayah bilang, ibu sama kakak pergi keujung lautan buat ngasih kejutan buat Senjani kalau udah besar”

Jawaban yang tidak terpikirkan sebelumnya, berhasil membuat Janu spontan mengajak Senjani untuk membeli air kelapa muda disalah satu pedagang pinggir pantai.

Sedangkan Kai, Haidar dan sea kembali mempersiapkan peralatan makan, yang akan digunakan.

Menikmati sate dan air kelapa muda yang ditemani dengan banyaknya cerita dari Senjani membuat waktu tidak terasa, matahari yang semula berdiri kekar kini mulai tampak menyusut turun diujung lautan.

“Bang, itu berdarah” seru Senjani

Spontan Haidar meraih tisu dan meletakkan kehidung sea yang kini terlihat bercucuran darah,

“Lo kenapa?”

Sea hanya bergeleng, karena dia sendiripun tidak tau kenapa bisa mimisan, dan iya ini bukan kali pertamanya.

“Bang, Abang itu sakit ya?”tanya Senjani ke Kai

“Gak, cuman kecapekan aja mungkin, Senjani gak pulang?”

“Gak, Senjani mau disini aja jagain Abang itu” serunya menunjuk sea

Haidar yang sibuk berlari kearah mobil untuk mengambil P3K pun seketika menoleh mendengar bocah cilik itu kini enggan untuk pulang, dengan rayuan dan berbagai cara namun tetap saja Senjani tetap kekeh untuk menemani sea.

“Senjani” teriak seseorang

“Ayah!!”

“Abang-abang Senjani pulang dulu dada” serunya begitu saja ketika melihat sang ayah

“Lucu” seru sea

“Pala lu lucu, noh idung lu udah kayak es Doger” bentak Haidar

“Lu sakit se?” Tanya Janu

Sea hanya bergeleng dan terus menyumbat hidungnya,

“Lah terus itu idung kenapa?”

“Kaget aja mungkin, karena kan udah lama gak kelaut”

“Beradaptasi lagi gitu maksudnya?” Ujar Janu

“Biasa juga kayak bunglon lu, dimana tempat cocok gitu”

“Udah ribut lu pada, mending noh beresin. Mau balik jam berapa? Keburu Suzana keliaran lagi”

“Dih mulut kalau ngomong gak pakai kholkolah” seru Janu ke Haidar

Adu mulut terus berlanjut sampai mereka menyelesaikan tugas beres-beres, hari ini beruntung Haidar dan Janu hanya adu mulut belum adu mekanik alias adu otot kalau kata sea.

  • The AR Noona

Minggu Pertama

Fiksi = Pesan Dariku

Deru ombak laut dan kicauan burung terdengar begitu nyaring dan merdu, dengan ditemaninya hembusan angin khas lautan yang kini mulai menusuk kesetiap pori-pori keempat pria yang sedang duduk sembari membakar beberapa tusuk daging sate.

“Sumpah ya padahal kita baru sebulan gak kepantai tapi kok rasanya kayak udah setaun gitu” seru Kai yang kini tengah asik membolak balikkan sate yang dipanggangnya dengan bumbu khas buatan ibu haidar.

Tawa deep khas bapak-bapak dari Janu membuat ketiga temannya pun sontak tertawa bersama,

Menikmati pemandangan lautan yang asri dan bersih,

“Bang”

Keempat pria itu menoleh kesumber suara,

“Boleh duduk sini gak?”

Haidar, Janu dan kai sontak menoleh kearah sea yang membuat anak kecil berjenis kelamin perempuan itupun ikut menoleh kearah yang sama.

Dengan senyuman begitu manis, sea mengulurkan tangannya sebagai jawaban memperbolehkan sang adik untuk duduk bergabung bersama mereka. Janu yang semula tengah merokok spontan langsung mematikan rokoknya.

“Kok rokoknya dibuang bang?” Tanya anak itu dengan bijak

“Iya, soalnya ada adik kecil nanti disininya sakit” seru Kai sembari menunjuk kearah hidungnya

“Rasa rokok itu enak ya bang? Kok banyak orang yang suka ngerokok? Apa rasanya sama kayak coklat?” Tanyanya

“Adik namanya siapa?” Tanya sea

“Senjani bang”

“Senjani umur berapa udah sekolah?”

“Umur senjani 5 Tahun, Senjani belum sekolah kata ayah, ayah belum punya uang” jawabnya dengan santai

Keempat pria itu lantas saling bertatapan, dan bisa dipastikan mereka satu pemikiran.

“Abang-abang ini dari kota ya?”

“Bajunya bagus-bagus”

Sea yang mendengar pun seketika melihat pakaiannya yang tadi ditunjuk-tunjuk sang adik kecil.

“Bang, Senjani dulu juga sering main ke pantai sama ibu, kakak, ayah juga”

“Dulu ibu juga suka bakar ikan disini, terus Senjani dimarahin karena main nya kejauhan.. hehehehe”

“Hm terus, ibunya Senjani sama kakaknya mana? Kok gak bakar-bakar lagi?” Tanya Kai

“Ibu sama kakak pergi kesana” serunya sembari menunjuk kearah lautan lepas

“Ayah bilang, ibu sama kakak pergi keujung lautan buat ngasih kejutan buat Senjani kalau udah besar”

Jawaban yang tidak terpikirkan sebelumnya, berhasil membuat Reza spontan mengajak Senjani untuk membeli air kelapa muda disalah satu pedagang pinggir pantai.

Sedangkan Kai, Haidar dan sea kembali mempersiapkan peralatan makan, yang akan digunakan.

Menikmati sate dan air kelapa muda yang ditemani dengan banyaknya cerita dari Senjani membuat waktu tidak terasa, matahari yang semula berdiri kekar kini mulai tampak menyusut turun diujung lautan.

“Bang, itu berdarah” seru Senjani

Spontan Haidar meraih tisu dan meletakkan kehidung sea yang kini terlihat bercucuran darah,

“Lo kenapa?”

Sea hanya bergeleng, karena dia sendiripun tidak tau kenapa bisa mimisan, dan iya ini bukan kali pertamanya.

“Bang, Abang itu sakit ya?”tanya Senjani ke Kai

“Gak, cuman kecapekan aja mungkin, Senjani gak pulang?”

“Gak, Senjani mau disini aja jagain Abang itu” serunya menunjuk sea

Haidar yang sibuk berlari kearah mobil untuk mengambil P3K pun seketika menoleh mendengar bocah cilik itu kini enggan untuk pulang, dengan rayuan dan berbagai cara namun tetap saja Senjani tetap kekeh untuk menemani sea.

“Senjani” teriak seseorang

“Ayah!!”