Lautan Biru
Tidak ada yang tau
Fiksi = Pesan Dariku
Melewati jalanan yang berliku-liku, menghabiskan waktu berjam-jam kini Sea, Haidar, Janu dan Kai tengah menikmati pemandangan lautan lepas.
“Wah gilak, pemandangannya indah banget” seru Haidar
“Udah lama banget kita gak kepantai gini ya” balas Janu
Sea berjalan kesalah satu batu dan duduk disana, sedangkan kai kini sibuk mengabadikan momen dan membantu kedua temannya berfoto.
Angin khas laut kini menyusup masuk kedalam tubuhnya, entah bagaimana bisa, tubuhnya kini tidak begitu ramah lagi dengan angin laut. Melihat hempasan air laut yang terus menghantam batu karang sea hanya terlihat menatap dengan tatapan berbinar.
“Lihat nak, mamah Nemu kerang ini nak” seru sang ibu
“Mah, ini kerangnya kenapa kayak kayu?” Balas anak kecil tersebut
“Ini namanya kerang bambu”
“Sayang liat sini deh, aku Nemu ubur-ubur nih liat” teriak pria yang diketahui adalah ayahnya
Ibu dan anak itu berlari ketepi laut dan melihat ubur-ubur yang kini tengah dipegang sang ayah, suara tawa dan hempasan ombak menambah suasana hari itu semakin penuh warna.
“Nak, kalau kamu udah besar nanti jaga lautan ya” seru sang ibu
“Kenapa gitu? Kan disini udah ada penjaga pantai ma”
“Penjaga pantai hanya menjaga orang-orangnya saja, mama pengen kamu jadi dewa lautan seperti nama kamu sea jam—”
“Heh sea” panggil Kai
Apa yang tengah terlintas dibayangan sea seketika pudar setelah mendengar 3 bocah kusruk menghampirinya,
“Sea, lu mimisan lagi?” Tanya Haidar
“Hah? Gak kok” balas sea sembari memegangi hidungnya
“Terus ini apa bego” grutu Haidar
Janu berlari kemobil untuk mengambil kotak P3K sedangkan kai melepaskan jaket yang dikenakannya dan memasangkannya ketubuh sea,
“Ini” seru Janu memberikan kotak P3K
Haidar menyumbat hidung sea dengan kapas, lantas mencari daun sirih dipenduduk sekitar.
“Lo pucet banget sih, sakit apa gimana?” Tanya Janu
“Gak, gue gak sakit”
“Ini minum” seru Kai
“Gue gak papa, ini cuman capek aja mungkin”
Sea terus berusaha meyakinkan teman-temannya untuk tidak mengkhawatirkan keadaannya, iya memang akhir-akhir ini sea emang sering mimisan tanpa sebab. Dia sendiri pun gak tau apa penyebab dia bisa mimisan.
“Disini belum ada jaringan ya?” Tanya Haidar
“Ada kok” balas Janu
Mereka mulai menyalakan ponselnya yang sudah hampir 4 hari dimatikan.
“Tiketnya biar gue-”
“Udah gue pesen”potong sea diselasa-sela Kai akan berbicara
“Eh biji kecombrang, lu.. astaghfirullah, bisa gak sih sekali aja gitu jangan pakai duit lu sea” grutu Haidar
“Ayo berangkat” seru sea sembari berjalan kearah mobil dengan memegangi sebotol air mineral dan tisu dihidungnya
Haidar berlari menyusul sea, sedangkan Kai dan Janu berada dibelakang.
“Lu ngerasa aneh gak sih?” Tanya Janu
Kai tidak membalas, dan sibuk melihat foto dikameranya,
“Sea belakang ini kayaknya udah sering banget mimisan gak sih?”
“Hmm” balas Kai singkat
“Gue takut dia sakit tapi gak bilang ke kita”
“Ngaco lu, udah ayoo” balas Kai berusaha mengalihkan pembicaraan Janu
Kai berjalan kearah mobil dan terlihat sea tengah meneguk air mineral dengan wajah Pasih pucat.
“Bahkan gue sahabat lo dari kecil aja gak tau apa yang lagi lo sembunyikan sebenarnya sea” batin haidar
Sepanjang jalan menuju ke bandara, mereka semua hanya diam dan sea menatap kearah lautan luas yang kini mewarnai perjalanannya.
Banyak bayangan yang terus terlintas didepannya setiap kali melihat lautan, bahkan sea tidak punya alasan untuk membenci lautan walaupun terus memberikan nya sebuah kenangan.
“Tidak ada yang tau tentangku tapi lautan tau ceritaku” serunya dalam hati
Langit yang semula berwarna jingga kini pun berubah menjadi berwarna abu-abu, berhenti disalah satu masjid keempat pria dengan sarung dibahunya kini berjalan masuk.
Tidak sedikit dari warga sekitar memperhatikan mereka, dengan rupa yang tampan, bergaya nan elok, bahkan mereka kagum dengan keramahan keempat pria tersebut.
“Udah ganteng ramah lagi ya buk” seru salah satu warga yang diikuti dengan anggukan.
Mereka duduk dan menunggu sejenak, sampai akhirnya mereka menjalankan ibadah magrib dengan khusyuk.
“Dari mana dik?”tanya salah satu bapak-bapak
“Dari desa seberang pak” balas sea yang kebetulan berada disamping bapak tersebut
“Sedang apa disana? Adik ini bukan orang asli sini kan?”
Mereka semua bergelang sembari melemparkan senyuman, bapak tersebut pun tertawa kecil,
“Adik-adik ini kalau mau basuh-basuh badan silahkan ya, bapak mau pergi dulu”
“Baik pak, terimakasih” balas sea
Mereka memutuskan berganti pakaian karena merasa tubuhnya sudah terasa cukup lengket.
“Lo ngapain?” tanya Haidar
Sea hanya tersenyum dan memasukkan amplop yang bisa dilihat cukup tebal kedalam kotak amal dimasjid tersebut.
“Buat mamah” balasnya dan menepuk bahu Haidar
“Emak lu pasti bangga banget punya anak kek elu sea” batinnya
“Oi sea minjem 100 dong” teriak Haidar
Tanpa berbicara apapun sea langsung mengeluarkan uangnya dari dompet dan menjulurkan nya ke Haidar,
“Bercanda doang, kalau jadi orang kaya emang gitu ya, sukak bingung ngabisin duit jadi gampang banget ngelepas duit ya?” Ujar haidar
“Duit gak ada artinya Dimata tuhan, duit banyak juga hisabnya banyak” balas sea
“Widih-widih pada bahas hisab nih, sementang dimasjid topiknya jadi akhirat” sahut Janu
Sea dan Kai tertawa kecil, sedangkan Haidar sibuk mengendus-endus badan Janu,
“Dih kek binatang lu” seru Janu sembari mendorong Kapala Haidar
“Wangi amat lu”
“Oh jelas kita harus wangi dimanapun berada dan disituasi apapun itu” jelasnya
“Najis” balas Haidar
Bak tom and Jerry mereka terus berkelahi setiap hari, tapi setiap hari juga mereka akan merasa kurang jika tidak saling bertemu.
Menghabiskan waktu diperjalanan memang melelahkan, dan kini mereka bisa menikmati pemandangan langit malam sembari berjalan pulang
-The Ar Noona
“Tidak ada yang tau tentang ku tapi lautan tau ceritaku” -Sea James William